Simpulindo.com, – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pemberian insentif kepada masyarakat dan investor di Kota Gorontalo terus berlanjut. Hingga Senin (27/5/2025), Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Gorontalo telah memasuki pembahasan pasal ke-10 dari total 27 pasal yang diusulkan pemerintah daerah.
Ketua Pansus, Totok Bachtiar, menjelaskan bahwa proses pembahasan dilakukan secara bertahap dan sistematis. Raperda ini dinilai strategis karena menyangkut upaya menarik investasi yang seimbang dengan perlindungan terhadap kepentingan lokal.
“Rapat hari ini masih membahas pasal-pasal awal. Kita tidak ingin tergesa-gesa. Setiap substansi dikaji agar sesuai kebutuhan daerah,” ujar Totok.
Pasal pertama yang mengatur ketentuan umum masih menjadi bahan evaluasi. Penekanan diberikan pada definisi investasi serta mekanisme pemberian insentif yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Kota Gorontalo tengah mendorong pertumbuhan ekonomi dengan membuka peluang investasi. Berbagai insentif ditawarkan, mulai dari pengurangan pajak hingga kemudahan dalam pengurusan izin usaha. Meski demikian, investor diharapkan tidak hanya mengejar keuntungan, melainkan juga turut mendukung pembangunan daerah secara berkelanjutan.
“Investasi boleh masuk, pemerintah membuka ruang seluas-luasnya. Tapi bukan berarti pelaku usaha bisa mengabaikan aturan dan nilai-nilai lokal. Ada kewajiban yang harus dipenuhi,” kata Totok.
Kewajiban tersebut mencakup dua hal utama, menyerap tenaga kerja dari Gorontalo, dan mengakomodasi produk-produk lokal, khususnya yang dihasilkan pelaku UMKM. Selama ini, keterlibatan investor dalam mendukung UMKM dinilai masih minim.
Dari sejumlah jaringan ritel yang beroperasi di Kota Gorontalo, baru satu yang tercatat secara aktif mengangkat produk UMKM lokal. Sementara lainnya belum menunjukkan komitmen serupa. Padahal, keterlibatan sektor swasta dalam mendorong ekonomi lokal menjadi salah satu tujuan utama penyusunan regulasi ini.
Pansus juga menyoroti perlunya penguatan pasal-pasal yang mengatur sanksi. Tidak cukup hanya berhenti pada teguran lisan atau tertulis. Bila perlu, pencabutan izin harus diberlakukan terhadap pelaku usaha yang mengabaikan kewajiban terhadap tenaga kerja lokal dan produk daerah.
“Insentif itu hak, tetapi harus dibarengi tanggung jawab. Bila pelanggaran terjadi, harus ada konsekuensi tegas. Regulasi ini tidak boleh lunak,” tegas Totok.
Raperda ini juga dirancang tidak semata-mata untuk investor berskala besar. Pelaku usaha mikro, koperasi, dan komunitas ekonomi lokal juga menjadi sasaran pemberian insentif. Tujuannya adalah menciptakan ekosistem usaha yang sehat dan inklusif.
Selama ini, pemerintah daerah telah banyak mengalokasikan anggaran untuk pelatihan dan pemberdayaan UMKM. Produk-produk lokal pun mulai menunjukkan peningkatan kualitas. Sayangnya, tanpa akses ke pasar modern, produk-produk tersebut sulit bersaing.
“Sudah saatnya toko-toko besar menyediakan ruang khusus untuk UMKM lokal. Jangan sampai dana APBD digunakan untuk membina usaha kecil, tapi hasilnya tidak terserap pasar,” ujar Totok.
Rapat pembahasan dijadwalkan akan dilanjutkan besok. Pansus menargetkan Raperda ini rampung dan dapat diparipurnakan pada pertengahan Juni 2025.