KPK Tegaskan Tetap Berwenang Usut Korupsi di BUMN

Simpulindo.com, – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan surat edaran internal bagi seluruh unit kerja di lingkungan lembaga antirasuah tersebut. Isinya mengatur pedoman baru dalam menangani perkara dugaan korupsi di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menyusul pengesahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN.

Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa surat tersebut menjadi acuan pelaksanaan tugas dalam pemberantasan korupsi, termasuk pendekatan pendidikan, pencegahan, penindakan, hingga koordinasi dan supervisi.

Kehadiran beleid anyar ini sempat menuai kontroversi. Salah satu pasalnya menyatakan bahwa anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN tidak tergolong sebagai penyelenggara negara. Di pasal lain, kerugian yang dialami BUMN pun disebut bukan merupakan kerugian negara. Dua ketentuan tersebut memunculkan kekhawatiran akan menyempitnya ruang gerak KPK dalam mengusut kasus rasuah di tubuh perusahaan pelat merah.

Menanggapi polemik tersebut, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan bahwa lembaganya tetap memiliki kewenangan penuh untuk menangani perkara dugaan korupsi yang melibatkan direksi, komisaris, dan pengawas BUMN.

Pernyataan itu disampaikan dalam keterangan tertulis, berdasarkan analisis KPK terhadap pasal-pasal kunci dalam UU BUMN yang baru.

Menurut Setyo, ketentuan dalam Undang-Undang BUMN yang menghapus status penyelenggara negara dari pejabat BUMN bertolak belakang dengan ketentuan yang sudah lebih dahulu berlaku, yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Dalam UU tersebut, ruang lingkup penyelenggara negara mencakup berbagai pihak yang mengelola keuangan dan jabatan publik, termasuk mereka yang berada di perusahaan milik negara.

“UU Nomor 28 Tahun 1999 adalah hukum administrasi khusus yang dirancang untuk mempersempit celah terjadinya praktik KKN. Oleh karena itu, sangat beralasan jika ketentuan dalam undang-undang ini dijadikan rujukan dalam konteks penegakan hukum tindak pidana korupsi,” ujar Setyo.

Penjelasan lebih lanjut mengenai Pasal 9G dalam UU BUMN 2025, menurutnya, justru membuka tafsir bahwa jajaran direksi dan komisaris di BUMN masih dapat dipandang sebagai penyelenggara negara. Oleh karena itu, kewajiban untuk melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) serta ketentuan penerimaan gratifikasi tetap berlaku bagi para pejabat di perusahaan milik negara tersebut.

Dengan kata lain, KPK tidak kehilangan legitimasi hukum untuk menyelidiki, menyidik, dan menuntut kasus-kasus yang diduga melibatkan pejabat BUMN. Penyesuaian melalui surat edaran internal menjadi penegas bahwa lembaga ini terus bergerak dalam koridor hukum, sekaligus menjaga konsistensi dalam upaya pemberantasan korupsi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *