Simpulindo.com, – Gorontalo Utara kembali diguncang polemik, bukan oleh hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU), melainkan oleh komentar seorang anggota DPRD yang dinilai tidak mencerminkan etika pejabat publik.
Ketua Pergerakan Pelajar Mahasiswa Sumalata (PPMS), Tasya Idrus, melayangkan kritik keras terhadap Jerri Kiswanto, anggota DPRD Gorontalo Utara. Pernyataan Jerri di kolom komentar media sosial “kalo masi orang tua jaga ongkos mo makan jangan jaga ba TS” dinilai tidak etis dan berpotensi merendahkan semangat rakyat, khususnya kalangan muda dan ekonomi bawah, dalam berpolitik.
Pernyataan bernada sinis tersebut muncul di tengah suhu politik yang memanas akibat pelaksanaan PSU. Bagi PPMS, komentar itu bukan hanya mencederai etika, melainkan menunjukkan minimnya empati terhadap semangat partisipasi politik rakyat.
“Ucapan seperti itu tak pantas keluar dari mulut wakil rakyat. Alih-alih menyemangati, justru menyinggung dan menciptakan jarak antara rakyat dengan institusi politik,” tegas Tasya, Minggu (13/4/2025).
PPMS menilai, pernyataan tersebut sarat dengan pragmatisme sempit, seolah hanya mereka yang memiliki modal finansial yang pantas bersuara dalam politik. Sebuah ironi dalam sistem demokrasi yang seharusnya membuka ruang partisipasi seluas-luasnya bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Ini bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita demokrasi. Politik bukan panggung eksklusif kaum elit,” ujarnya.
Kritik dari PPMS tidak berhenti pada tuntutan moral. Mereka mendesak Jerri Kiswanto untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat Gorontalo Utara, khususnya warga Sumalata. Tak hanya itu, evaluasi etika terhadap perilaku Jerri dinilai perlu dilakukan oleh institusinya, DPRD Gorontalo Utara.
“Sebagai wakil rakyat, seharusnya peka terhadap semangat generasi muda dan masyarakat kelas bawah yang ingin turut berkontribusi dalam pembangunan. Komentar merendahkan justru melemahkan energi perubahan itu,” tandas Tasya.
PPMS mengingatkan bahwa politik bukan milik segelintir orang bermodal, melainkan hak semua warga negara. Karena pada akhirnya, kekuasaan yang dibangun tanpa keberpihakan pada rakyat kecil hanya akan memperluas jurang ketidakpercayaan terhadap lembaga perwakilan itu sendiri.
(Adrian/Simpulindo)