Narasi Klarifikasi Jubir Pemkab Boalemo Dinilai Tak Sentuh Substansi Dugaan Korupsi Alkes

Simpulindo.com, Gorontalo – Menanggapi pernyataan Juru Bicara Pemerintah Kabupaten Boalemo, Paris Djafar, terkait dugaan penyimpangan dalam pengadaan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai (BMHP) di Dinas Kesehatan Boalemo, saya, Abdul Wahidin Tutuna, menyatakan bahwa klarifikasi yang disampaikan justru mengaburkan inti persoalan dan terkesan sebagai upaya membangun narasi pembelaan tanpa membuka fakta-fakta teknis yang menjadi sorotan publik.

Pertama, Bahwa penekanan mengenai pengadaan dilakukan sesuai Perpres Nomor 12 Tahun 2021 dan melalui sistem e-katalog bukanlah jaminan mutlak bahwa proses tersebut bebas dari penyimpangan. Justru di banyak kasus, sistem e-katalog seringkali dijadikan kedok untuk mengkondisikan penyedia tertentu, dengan pengaturan harga dan spesifikasi yang sudah diarahkan.

Contoh kasus; Pada Juni 2025, KPK menangkap pejabat Dinas PUPR Sumut dan rekanannya. Dugaan utama, sebelum proyek dimasukkan ke e-katalog, sudah terjadi pertemuan “deal terlebih dahulu” antara pejabat dan kontraktor tertentu. Baru setelah itu, proyek ditayangkan sebagai “resmi” di e-katalog. Ini memperlihatkan bahwa sistem e-katalog digunakan sebagai kedok formal atas kesepakatan non-formal sebelumnya. Sehingga Pernyataan Paris tidak menyentuh kemungkinan adanya praktik-praktik itu.

Kedua, argumen bahwa Bupati belum menjabat secara definitif saat proses awal pengadaan berlangsung adalah pengalihan isu. Faktanya, sistem pemerintahan tidak berjalan dalam ruang hampa. Pergantian kepala daerah sering kali disambut dengan penyesuaian arah kebijakan internal, termasuk dalam pengelolaan proyek. Apalagi jika dikaitkan dengan dugaan keterlibatan orang-orang dekat kekuasaan, maka klaim “tidak ada intervensi politik” menjadi sangat lemah.

Ketiga, Pemerintah Boalemo menyampaikan himbauan agar publik tidak membuat vonis tanpa bukti. Tetapi justru pemerintah sendiri hingga hari ini belum secara terbuka menyampaikan dokumen pengadaan, daftar penyedia, rincian nilai kontrak, serta siapa saja yang terlibat dalam proses itu. Ini bentuk pengaburan informasi. Publik berhak tahu, dan penegak hukum berhak mengusut.

Paris menyebut Pemda terbuka pada audit dan pemeriksaan. Kalau memang serius ingin membangun transparansi, seharusnya Pemerintah Boalemo tidak perlu menunggu tekanan publik atau laporan ke Kejaksaan Agung baru kemudian bersikap kooperatif.

Klarifikasi Paris lebih menyerupai manuver komunikasi politik ketimbang tanggapan yang menjawab substansi laporan GERAK. Tidak ada penjelasan tentang kemungkinan praktik monopoli penyedia, tidak ada tanggapan atas inisial-inisial yang diduga terlibat, dan tidak ada upaya membuka dokumen pengadaan secara sukarela kepada publik.

Sebagai warga negara dan bagian dari masyarakat yang peduli terhadap tata kelola pemerintahan yang bersih, saya menegaskan bahwa penegakan hukum tidak bisa dibungkam dengan narasi kehati-hatian, apalagi jika itu digunakan untuk meredam pertanyaan-pertanyaan kritis.

Kami mendukung penuh Kejaksaan Agung dan semua aparat penegak hukum untuk menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. Bila Pemda Boalemo merasa tak bersalah, maka tak perlu defensif, biarkan hukum yang bicara, bukan jubir yang memoles.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *