Simpulindo.com, – Masyarakat di Kota Gorontalo menyuarakan keresahan terhadap kinerja aparat kepolisian lalu lintas. Sejumlah warga menyoroti dugaan praktik pungutan liar (pungli) dan penyalahgunaan sistem tilang elektronik (e-tilang) yang dinilai meruntuhkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di jalan raya.
Sejumlah keluhan bermunculan dari warga yang merasa diperlakukan tidak adil oleh petugas Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Gorontalo Kota. Banyak di antaranya mengaku harus membayar sejumlah uang tanpa penjelasan prosedur hukum yang jelas.
“Saya tidak tahu bagaimana prosedur hukum, kendaraan saya ditahan dan tiba-tiba disuruh bayar Rp1.000.000 karena tidak menunjukkan SIM. Saya sempat menawarkan untuk ditahan STNK dengan harapan akan ikut sidang di pengadilan, tapi tidak diindahkan. Kami bingung, tapi takut juga kalau tidak nurut,” ujar seorang pengendara sepeda motor yang meminta agar identitasnya dirahasiakan, Sabtu (31/5/2025).
Keresahan warga tidak hanya berkaitan dengan pungutan yang dianggap tidak resmi, tetapi juga terhadap keberadaan sistem e-tilang yang dinilai tidak berjalan semestinya. Masyarakat mempertanyakan efektivitas sistem tilang elektronik yang sejak awal dihadirkan untuk mewujudkan transparansi penindakan pelanggaran lalu lintas.
“Katanya sudah ada sistem tilang elektronik, tapi polantas Gorontalo Kota sudah hampir setiap hari melakukan operasi di jalanan. Ini kan aneh,” ujar Abdul Wahidin Tutuna, salah satu warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Lalu Lintas.
Abdul Wahidin juga mempertanyakan transparansi dana tilang yang masuk ke rekening resmi di Bank Rakyat Indonesia (BRI), sebagai instrumen pembayaran resmi denda tilang. Hingga kini, kata dia, belum pernah ada publikasi resmi mengenai alur dan pemanfaatan dana tersebut.
Koalisi Masyarakat Peduli Lalu Lintas pun berencana menggelar aksi damai sebagai bentuk protes terhadap kondisi tersebut. Rangkaian aksi dijadwalkan berlangsung mulai 2 hingga 9 Juni 2025, dimulai dengan pembagian pamflet pada 2 Juni dan puncak aksi pada 9 Juni.
“Sudah saatnya institusi kepolisian mendapatkan evaluasi serius dari publik,” ungkap Abdul Wahidin.
Dalam aksi tersebut, Koalisi akan membawa sejumlah tuntutan utama yang dianggap penting untuk memperbaiki kondisi layanan lalu lintas di Kota Gorontalo. Salah satu tuntutan tersebut adalah pencopotan Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Gorontalo Kota, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas merosotnya profesionalitas pelayanan publik di bidang lalu lintas.
Selain itu, Koalisi juga mendorong pengusutan secara tuntas terhadap dugaan praktik pungutan liar yang dilakukan oleh oknum petugas. Mereka menegaskan bahwa penanganan kasus tersebut tidak boleh berhenti pada mutasi semata, tetapi harus diproses secara hukum.
Tuntutan lain yang disuarakan adalah transparansi terkait dana tilang yang disetor melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI), agar masyarakat mengetahui secara jelas ke mana dana tersebut dialirkan dan bagaimana penggunaannya.
Terakhir, Koalisi meminta evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan sistem e-tilang. Evaluasi ini dianggap penting untuk memastikan adanya kepastian hukum serta perlindungan terhadap hak-hak masyarakat dalam setiap proses penindakan pelanggaran lalu lintas.