Warga Butungale Kritisi Penanganan Laporan Dugaan Intimidasi oleh ASN

Simpulindo.com, – Penanganan laporan dugaan intimidasi oleh aparatur sipil negara berinisial KL menuai sorotan dari Syahril Razak, warga Desa Butungale. KL saat ini menjabat sebagai Pelaksana Tugas Kepala Desa Tunas Jaya.

Menurut Syahril, proses penanganan oleh Camat Popayato Barat tidak transparan dan jauh dari prinsip keadilan.

Syahril mengaku telah berulang kali menghubungi Camat Popayato Barat untuk menanyakan tindak lanjut atas laporan yang sebelumnya dikirim ke Bupati Pohuwato. Namun, tidak satu pun komunikasi tersebut mendapat tanggapan yang jelas. Pelaporan tersebut berkaitan langsung dengan dugaan tindakan intimidatif yang dilakukan oleh KL terhadap Syahril.

“Saya sangat kecewa karena tiba-tiba mendengar laporan sudah diteruskan ke Bupati, tanpa ada proses klarifikasi yang melibatkan kedua pihak. Tidak ada mediasi, tidak ada pertemuan resmi. Ini sangat tidak adil,” ujar Syahril, Sabtu (12/4/2025).

Dalam pesan singkat yang dikirim langsung ke Camat Popayato Barat, Syahril menyampaikan keberatan atas klarifikasi yang dianggap tidak sesuai fakta di lapangan.

“Bolomaapu Pak Camat, klarifikasi ini tidak tepat dan tidak sesuai kejadian. Bapak jangan seakan membela bawahan bapak yang jelas-jelas bersalah,” tulis Syahril.

Syahril juga menyatakan kesiapannya untuk dipertemukan secara langsung dengan KL, disertai kehadiran sejumlah saksi yang menyaksikan peristiwa tersebut. Tujuannya, demi mengungkap kebenaran dan memastikan proses berjalan adil.

Sorotan tidak berhenti pada proses penanganan oleh camat. Perilaku KL saat insiden berlangsung turut menjadi perhatian. Menurut Syahril, cara berbicara KL terkesan meledak-ledak dan tidak mencerminkan sikap ASN.

“Marah-marah sambil duduk di atas meja, itu bukan perilaku teladan. Lebih mirip preman dibanding pelayan masyarakat,” kata Syahril.

Langkah Camat Popayato Barat yang langsung melaporkan kasus ke Bupati Pohuwato tanpa klarifikasi bersama dinilai terlalu tergesa. Menurut Syahril, pendekatan semacam itu mencerminkan kepemimpinan yang tidak mengedepankan solusi dan cenderung sepihak.

“Pemimpin semestinya mendengar dari semua pihak, bukan hanya satu sisi saja. Kalau tidak ada ruang mediasi, bagaimana mungkin menyebut proses ini objektif?” ucap Syahril menutup pernyataan.

Harapan disampaikan agar pihak kecamatan dan pemerintah kabupaten dapat memfasilitasi pertemuan terbuka. Proses itu, menurut Syahril, penting untuk menghadirkan keadilan dan menghindari polarisasi di tengah masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *