Simpulindo.com, Pohuwato – Program Jaksa Garda Desa yang digagas Kejaksaan RI memicu pro dan kontra di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. Program ini dimaksudkan sebagai upaya pendampingan hukum bagi pemerintah desa untuk mencegah korupsi, namun sebagian kalangan menilai langkah tersebut berpotensi melemahkan independensi penegakan hukum.
Sejak diluncurkan, Jaksa Garda Desa bertujuan mendampingi kepala desa agar terhindar dari jerat hukum dalam pengelolaan dana desa. Namun, masyarakat sipil dan aktivis mahasiswa mempertanyakan netralitas serta efektivitasnya, terutama di daerah yang kerap disorot karena dugaan penyalahgunaan dana desa.
Ketua Persatuan Pelajar Mahasiswa Popayato Barat Gorontalo (PPMPB-G), yang juga Koordinator Lapangan Gerakan Rakyat dan Mahasiswa Molosipat Utara (GARDA-MU), menilai program tersebut berpotensi menimbulkan masalah baru.
“Program ini idealnya memperkuat transparansi. Tapi di lapangan terlihat justru bisa melemahkan penegakan hukum di Pohuwato. Selain berisiko menciderai institusi, pendanaan program ini dibebankan kepada desa sehingga memunculkan pertanyaan publik. Ada kekhawatiran program ini menjadi tameng bagi kepala desa yang terlibat korupsi,” kataGusram, Jumat (1/8/2025).
Selain itu, Gusram juga menyoroti laporan dugaan penyalahgunaan jabatan dan dana desa yang melibatkan Kepala Desa Molosipat Utara. Menurutnya, keberadaan Jaksa Garda Desa berpotensi menghambat penanganan laporan masyarakat secara independen oleh kejaksaan.
“Jangan sampai institusi yang diharapkan menjadi kekuatan penegakan hukum justru menghadirkan citra buruk. Jika tidak ada langkah serius dari Kejaksaan Negeri Pohuwato terkait laporan kami, aksi lanjutan akan digelar sebagai bentuk protes,” tambahnya.
PPMPB-G mendesak Kejaksaan untuk membuka ruang evaluasi dan menerima kritik publik. Transparansi dinilai penting agar Jaksa Garda Desa tidak bergeser menjadi instrumen kekuasaan atau alat negosiasi politik lokal.
Di tengah maraknya kasus dugaan korupsi dana desa di Pohuwato dalam beberapa tahun terakhir, program ini disebut bisa menjadi momentum perbaikan. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada kemampuan Kejaksaan menjaga independensi serta membangun dialog setara dengan pemerintah desa dan masyarakat sipil.