Simpulindo.com, – Organisasi Sahabat Anak, Perempuan, dan Keluarga (SALAMPUAN) melaksanakan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) tahun 2024.
Kegiatan ini diikuti oleh 230 siswa tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah di Kabupaten Gorontalo.
Afriyanto Abdul, koordinator program SALAMPUAN, menjelaskan bahwa kampanye tahunan ini dimulai pada 25 November, bertepatan dengan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, dan berakhir pada 10 Desember, yaitu Hari Hak Asasi Manusia Internasional.
“Kampanye ini dirancang untuk menghubungkan kekerasan berbasis gender dengan pelanggaran hak asasi manusia, menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah bentuk pelanggaran HAM yang serius,” ujarnya. Jumat (29/11/2024).
Pada tahun ini, durasi kampanye diperpanjang menjadi “16 HAKTP Plus,” yang memungkinkan kegiatan berlangsung hingga 18 Desember dan 22 Desember. Dalam rangkaian kampanye, SALAMPUAN mengadakan program bertajuk SALAMPUAN Goes to School untuk meningkatkan kesadaran dan edukasi tentang pentingnya menciptakan lingkungan aman dan bebas kekerasan di sekolah.
“Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman bagi semua siswa. Lewat program ini, kami ingin membangun kesadaran sejak dini agar generasi muda mampu menjadi agen perubahan. Target kami adalah menjangkau lebih dari 1.000 siswa,” jelas Afriyanto.
Program ini juga bertujuan untuk memotivasi siswa agar menjadi agen perubahan, baik bagi diri mereka sendiri maupun lingkungan sekitar, guna meminimalkan potensi terjadinya kekerasan.
Direktur SALAMPUAN, Asriyati Nadjamuddin, mengungkapkan harapannya agar setelah kampanye ini, pendampingan berkelanjutan dapat dilakukan sesuai kebutuhan warga sekolah, khususnya terkait perkembangan anak dan remaja.
“Kami telah merencanakan berbagai diskusi, termasuk membahas pentingnya pengasuhan yang setara untuk mengurangi beban perempuan serta peningkatan kapasitas internal,” katanya.
Ia juga menekankan bahwa momentum 16 HAKTP 2024 ini harus dimanfaatkan untuk mendorong kesadaran semua pihak tentang perlunya penanganan kekerasan terhadap perempuan yang lebih cepat dan komprehensif. Penundaan dalam proses hukum dan pendampingan korban, menurutnya, masih menjadi tantangan besar yang harus diatasi bersama.