Simpulindo.com, – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami tekanan. Pada perdagangan di pasar non-deliverable forward (NDF), rupiah menyentuh level Rp16.754 per dolar AS. Posisi ini menjadi yang terendah sejak krisis ekonomi 1998, atau dalam 27 tahun terakhir.
Berdasarkan data Refinitiv, pergerakan rupiah tercatat melemah dibandingkan posisi perdagangan reguler terakhir sebelum libur Lebaran pada 27 Maret 2025. Saat itu, rupiah ditutup di level Rp16.555 per dolar AS, menguat tipis 0,12 persen.
NDF merupakan instrumen keuangan yang memungkinkan transaksi mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu. Pasar ini tidak tersedia di Indonesia dan umumnya beroperasi di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, dan London. Pergerakan kurs di NDF kerap mempengaruhi psikologi pasar spot, sehingga sering diikuti oleh pasar domestik.
Dampak Tarif Dagang AS terhadap Rupiah
Salah satu faktor utama yang menekan rupiah adalah kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Pemerintah AS berencana mengenakan tarif resiprokal terhadap Indonesia hingga 32 persen, sebagai respons atas defisit neraca dagang mereka.
Kebijakan ini berpotensi menghambat ekspor Indonesia ke AS, sebab harga produk Indonesia akan lebih mahal di pasar AS. Konsumen di Negeri Paman Sam pun cenderung memilih produk dalam negeri dibandingkan barang impor dari Indonesia.
Jika kebijakan ini terus berlanjut, arus masuk dolar AS ke Indonesia berisiko menyusut, yang dapat semakin menekan nilai tukar rupiah. Pemerintah dan pelaku usaha perlu bersiap menghadapi dampak kebijakan perdagangan global ini guna menjaga stabilitas ekonomi domestik.