Simpulindo.com, – Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengirimkan surat resmi kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres di New York, Amerika Serikat. Surat itu memuat desakan agar PBB segera mengambil langkah menghentikan bencana kemanusiaan di Jalur Gaza.
Surat berjudul Seruan Mendesak untuk Tindakan Segera guna Mengakhiri Bencana Kemanusiaan di Jalur Gaza tersebut dikirim baru-baru ini. Dalam suratnya, Puan mengungkapkan keprihatinan atas krisis kemanusiaan yang disebut belum pernah terjadi sebelumnya.
“Atas nama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, saya berkirim surat, mengingat krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Jalur Gaza, di mana ratusan ribu keluarga, terutama anak-anak, menghadapi kelaparan akibat pengepungan dan pemboman massal yang terus-menerus dilakukan oleh Israel, yang telah menyebabkan kehancuran total kehidupan,” tulis Puan, dikutip dari laman resmi Parlementaria, Rabu (13/8/2025).
Puan mengacu pada laporan badan-badan PBB seperti WFP, UNICEF, dan UN OCHA, yang menempatkan Gaza dalam kategori kerawanan pangan Fase 5 atau kelaparan. Lebih dari 1,1 juta orang menghadapi kondisi kekurangan pangan parah, termasuk sekitar 500.000 anak mengalami malnutrisi akut. Di antara mereka, beberapa dikategorikan sebagai “sangat kurus”, sebagaimana dicatat UNICEF.
Kematian akibat kelaparan disebut terus meningkat, khususnya di Gaza utara. Bayi-bayi meninggal karena kekurangan susu formula, sementara lebih dari 70 persen lahan pertanian, pasar, dan toko bahan pangan telah hancur. Akses terhadap makanan pokok maupun pasokan medis juga sangat terbatas selama berbulan-bulan terakhir.
“Apa yang kita saksikan di Gaza saat ini bukan lagi sekadar krisis pangan, melainkan kelaparan yang diakibatkan oleh kebijakan yang disengaja dan sistematis untuk menyasar warga sipil dengan menggunakan kelaparan sebagai senjata perang,” tulis Puan.
Puan menegaskan, kebijakan semacam ini merupakan pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional. Membiarkan warga sipil kelaparan sebagai metode peperangan juga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum internasional yang lebih luas apabila dilakukan dengan tujuan menghancurkan suatu kelompok nasional, etnis, atau agama.
Dalam surat itu, Puan menyampaikan enam langkah mendesak. Pertama, meminta PBB secara resmi mengumumkan status kelaparan di Gaza sesuai Klasifikasi Fase Terpadu (IPC). Kedua, mendorong Dewan Keamanan PBB menggelar sidang darurat untuk memastikan kelaparan tidak digunakan sebagai senjata perang serta menjamin penyaluran bantuan kemanusiaan.
Ketiga, mengaktifkan Bab VII Piagam PBB apabila hambatan penyaluran bantuan terus terjadi, mengingat situasi tersebut menjadi ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional. Keempat, membuka akses kemanusiaan penuh, cepat, aman, dan tanpa hambatan di seluruh Gaza melalui koridor kemanusiaan di bawah pengawasan PBB.
Kelima, memobilisasi dukungan dana kemanusiaan darurat bagi Gaza bersama negara anggota untuk penyediaan pangan, obat-obatan, dan air bersih. Keenam, memulihkan dan memfasilitasi penyaluran bantuan melalui UNRWA dan badan-badan PBB lainnya, termasuk organisasi kemanusiaan netral dan imparsial.
“Kita tidak bisa tinggal diam sementara kekejaman ini terjadi di hadapan kita. Perserikatan Bangsa-Bangsa didirikan bukan hanya untuk menciptakan dunia yang aman, tetapi juga untuk melindungi warga sipil yang tak berdaya dari penindasan,” tulis Puan.
Puan menutup suratnya dengan keyakinan bahwa PBB, di bawah kepemimpinan Sekjen Antonio Guterres, akan bertindak sesuai urgensi krisis kemanusiaan yang tengah berlangsung di Gaza.