PKS Ingatkan Pemerintah: Jangan Sembarangan Setujui Transfer Data ke AS

Simpulindo.com, Jakarta – Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Sukamta, mengingatkan pemerintah agar tidak gegabah dalam menyetujui skema transfer data lintas negara dengan Amerika Serikat (AS).

Menurutnya, persetujuan semacam itu harus disertai jaminan perlindungan hukum yang setara dengan regulasi nasional.

“Tim negosiator Indonesia jangan sampai menyetujui skema transfer data lintas batas tanpa adanya jaminan perlindungan hukum yang memadai,” kata Sukamta, Jumat, (25/7/2025), seperti dikutip dari kompascom.

Sukamta menjelaskan bahwa Amerika Serikat belum memiliki undang-undang perlindungan data di tingkat federal seperti halnya General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa. Perlindungan hukum di Negeri Paman Sam sejauh ini hanya tersedia dalam bentuk undang-undang negara bagian, belum mencakup kebijakan nasional yang komprehensif.

Skema transfer data tersebut merupakan bagian dari kesepakatan penurunan tarif ekspor produk Indonesia ke pasar AS, dari 32 persen menjadi 19 persen. Namun, legislator asal PKS itu mengingatkan bahwa isu transfer data pribadi tak semestinya semata dilihat dari kacamata perdagangan.

“Transfer data pribadi bukan sekadar isu ekonomi, tapi juga menyangkut kedaulatan digital, keamanan nasional, dan keadilan ekonomi,” ujarnya.

Lebih lanjut Sukamta mengatakan, segala mekanisme pemindahan data ke luar negeri harus tunduk pada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang telah disahkan di Indonesia. Sukamta merujuk pada Pasal 56 UU PDP yang mengatur ketentuan transfer data lintas batas negara.

“Setiap transfer data ke AS harus disertai syarat yang setara: perlindungan hukum timbal balik, termasuk hak audit bagi otoritas Indonesia, dan kontrol penuh atas data strategis warga negara,” katanya.

“Jika hal-hal tersebut tidak terpenuhi, maka pengelola data pribadi harus memeroleh izin dari para subjek data untuk dilakukan CBDT (Cross Border Data Transfer),” imbuhnya.

Sukamta juga mendorong tim negosiator agar benar-benar memahami konteks UU PDP dalam merumuskan kesepakatan. Kedaulatan data harus menjadi prinsip utama yang ditegaskan dalam perjanjian kerja sama. Hal itu penting agar data warga negara tetap berada dalam yurisdiksi hukum nasional, meskipun diproses di luar negeri. Ketentuan tersebut telah tertuang dalam Pasal 2 UU PDP.

Selain itu, ia menyoroti lambannya pembentukan lembaga pengawas pelindungan data pribadi.

“Ini sekaligus menjadi momentum bagi Indonesia untuk segera menyelesaikan aturan turunan UU PDP, seperti Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden tentang pembentukan Lembaga OPDP. Sudah terlambat sembilan bulan dari tenggat maksimal Oktober 2024,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *