Mahasiswa Arsitektur Didorong Bangun Ruang yang Berkelanjutan

Simpulindo.com, Gorontalo – Ketua Umum Forum Komunikasi Mahasiswa Arsitektur Indonesia (FKMAI) BPR 18 Gorontalo, Icand Rahman M. Nompo, menegaskan bahwa forum ARCHITALK Jilid 2 menjadi pengingat penting bagi dunia arsitektur untuk tidak berjalan sendiri di tengah perubahan zaman.

Dalam kegiatan bertajuk “Merancang untuk Bertahan: Arsitektur di Era Krisis Iklim” ini, Icand menekankan pentingnya keterbukaan arsitektur terhadap berbagai disiplin ilmu lain seperti iklim, energi, sosial-budaya, hingga kebijakan publik.

Menurutnya, merancang bangunan hari ini tak bisa lagi dipahami sekadar soal bentuk, tetapi juga tentang sikap. Sikap terhadap planet yang kian rapuh dan masa depan yang menuntut solusi nyata.

“Banjir yang makin sering, suhu ekstrem, kebakaran hutan, dan naiknya permukaan laut adalah bukti nyata bahwa arsitektur tak bisa lagi berdiri netral. Merancang kini bukan hanya soal estetika atau fungsi, tapi juga soal keberlanjutan dan keberanian untuk berpihak pada masa depan,” ujar Icand, Senin (30/6/2025).

Ia menekankan bahwa arsitektur yang bertahan bukan hanya yang kokoh secara fisik, melainkan yang mampu beradaptasi dengan alam, hemat energi, dan rendah emisi karbon. Prinsip-prinsip desain yang menghargai material lokal, pencahayaan dan ventilasi alami, serta keberlanjutan menjadi semakin mendesak untuk dihidupkan kembali.

“Kita tidak sedang merancang untuk zaman kemewahan, tapi untuk masa depan yang menuntut efisiensi dan kepedulian ekologis. Seperti kata Ken Yeang, ‘The greenest building is the one that works with nature, not against it,’” tambahnya.

Icand berharap ARCHITALK tidak berhenti sebagai wacana, tetapi menjadi pemantik gerakan dari kampus untuk dunia yang lebih tangguh menghadapi krisis iklim.

Sementara itu, Dekan Fakultas Teknik Universitas Ichsan Gorontalo (UNISAN), Dr. Umar, menyambut baik pelaksanaan kegiatan ini. Ia menilai ARCHITALK Jilid 2 sebagai ruang penting, bukan hanya bagi mahasiswa arsitektur, tetapi juga bagi semua pemikir masa depan ruang hidup.

“Diskusi ini lebih dari sekadar forum akademik. Ia adalah panggilan etis dan profesional bagi generasi perancang masa depan. Kita tak bisa lagi membangun seperti masa lalu. Krisis iklim telah mengubah arah kompas kita, dari membangun megah menjadi membangun bijak,” ujar Umar.

Ia mengajak mahasiswa untuk tidak hanya mahir menggambar bangunan, tetapi juga memahami bagaimana rancangan arsitektur dapat merespons cuaca ekstrem, beradaptasi dengan lingkungan lokal, dan berkontribusi terhadap keberlanjutan bumi.

“Arsitektur bukan sekadar tentang tempat tinggal manusia, tetapi tentang bagaimana manusia tetap bisa tinggal di bumi,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *