Simpulindo.com, – Polemik pengurangan anggaran Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pilkada 2024 di Gorontalo Utara (Gorut) kian memanas. Usulan pemangkasan dana oleh pemerintah daerah menuai pro dan kontra di kalangan pemangku kepentingan.
Pemda berdalih langkah ini diambil untuk menekan beban keuangan daerah tanpa mengganggu esensi pelaksanaan PSU. Namun, keputusan tersebut mendapat reaksi keras dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang hingga kini belum mengungkap alasan penolakannya secara gamblang.
Ketua DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Gorut, Jeyk Uno, angkat suara. Ia menegaskan bahwa transparansi menjadi kunci dalam pengelolaan dana Pilkada, terutama dana hibah yang dikucurkan untuk Bawaslu. Menurutnya, masyarakat berhak tahu ke mana aliran anggaran itu bermuara.
“Tidak adanya transparansi dari Bawaslu Gorut soal penggunaan anggaran ini menimbulkan tanda tanya besar. Anggaran yang begitu besar dihibahkan, tetapi bagaimana pengelolaannya justru menjadi misteri,” ujar Jeyk, Rabu (12/3/2025).
Jeyk juga menyoroti bahwa PSU sejatinya merupakan konsekuensi dari kelalaian penyelenggara pemilu.
Jeyk menilai Bawaslu gagal menjalankan tugasnya dengan baik sehingga berujung pada dampak ekonomi bagi daerah.
“Seharusnya mereka malu, karena kelalaian ini berujung pada kerugian ekonomi bagi daerah. Tapi yang kami lihat, mereka justru bersikap seolah tidak ada masalah,” tegasnya.
Gelombang protes pun mulai menggema. Mahasiswa dan masyarakat Gorut mengancam akan menggelar aksi demonstrasi jika Bawaslu tak segera membuka laporan penggunaan anggaran secara rinci, termasuk alokasi dana pengawasan Pilkada.
“Jika sampai saat ini Bawaslu Gorut enggan membuka laporan keuangan, kami akan turun ke jalan,” tutupnya.