Simpulindo.com, – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Gorontalo bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Gorontalo menggelar rapat koordinasi membahas sistem dan proses penerbitan sertifikat tanah, termasuk skema digitalisasi dokumen melalui sertifikat elektronik.
Anggota Komisi I DPRD Kota Gorontalo, Heriyanto Thalib, mengatakan bahwa pihaknya mengajukan sejumlah pertanyaan teknis kepada BPN terkait waktu penerbitan sertifikat, biaya yang diperlukan, serta proses pengurusan sertifikat baru dan pemisahan balik nama.
“Hal-hal teknis ini penting untuk diperjelas agar masyarakat mendapat kepastian hukum dan pelayanan yang transparan,” kata Heriyanto di ruang rapat DPRD, Selasa (15/4/2025).
Dalam pertemuan tersebut, DPRD juga menyoroti implementasi sertifikat tanah elektronik yang menjadi salah satu inovasi Kementerian ATR/BPN. Heriyanto menyambut baik digitalisasi ini karena dinilai lebih aman ketimbang dokumen fisik yang rentan rusak akibat bencana.
“Alhamdulillah, tadi sudah disampaikan oleh Kepala BPN Kota Gorontalo bahwa sertifikat elektronik ini bisa dijadikan agunan di bank,” ujarnya.
Namun, DPRD turut menyinggung isu pungutan liar yang kerap mencuat dalam proses pengurusan sertifikat tanah. Heriyanto menyayangkan praktik semacam itu yang justru memperlambat pelayanan publik.
“Kami menegaskan, kalau bisa dipercepat kenapa harus diperlambat? Kalau bisa dipermudah kenapa harus dipersulit?” kata Heriyanto.
“Kepala BPN sudah memberikan klarifikasi bahwa tidak ada pungutan liar dalam proses pengurusan sertifikat,” imbuhnya.
Adapun daftar dokumen yang dibutuhkan untuk pengajuan sertifikat elektronik, antara lain:
- Formulir permohonan
- Gambar ukur dan peta bidang tanah atau ruang
- Surat ukur atau gambar denah rumah susun
- Dokumen hasil pengolahan data fisik
- Surat kuasa (jika dikuasakan)
- Bukti kepemilikan tanah atau alas hak
- Fotokopi identitas pemohon
- Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan
- Bukti pembayaran SSP/PPh sesuai ketentuan
Heriyanto berharap sistem baru ini bisa memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengurus hak atas tanah.
“Digitalisasi harus dimanfaatkan untuk memangkas birokrasi dan mencegah praktik-praktik penyimpangan di lapangan,” tutupnya.