Simpulindo.com, Gorontalo – Rapat dengar pendapat (RDP) antara DPRD Provinsi Gorontalo dan Shopee Express pada 12 Agustus 2025 berujung polemik. Alih-alih meredakan keresahan publik, sikap DPRD dalam forum itu justru memantik kritik keras mahasiswa.
Lembaga legislatif daerah dinilai gagal memperjuangkan aspirasi rakyat terkait keterlibatan vendor lokal, penggunaan kendaraan berpelat luar daerah, serta potensi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Presiden BEM Universitas Gorontalo, Erlin Adam, menyatakan kekecewaan mendalam atas sikap DPRD yang hanya menerima penjelasan Shopee Express tanpa mengeluarkan rekomendasi konkret.
“Kami melihat DPRD hanya menjadi corong pembenaran bagi perusahaan. Mereka lebih sibuk memuji serapan tenaga kerja daripada mengkritisi dampak serius yang dirasakan masyarakat lokal. Padahal mahasiswa sudah menyoroti masalah vendor lokal yang terpinggirkan dan PAD yang hilang karena penggunaan kendaraan berpelat luar daerah,” tegas Erlin, Sabtu (13/9/2025).
Menurut Erlin, DPRD seharusnya berdiri di garda depan membela kepentingan masyarakat, bukan sekadar memberi ruang bagi perusahaan untuk membela diri.
Secara akademis, DPRD memiliki fungsi pengawasan dan representasi politik rakyat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Fungsi itu mencakup kewajiban memastikan agar setiap investasi dan aktivitas ekonomi di daerah benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat lokal.
Namun, ketika DPRD lebih berpihak pada perusahaan dan mengabaikan aspirasi mahasiswa serta masyarakat, legitimasi politik lembaga tersebut dipertanyakan.
“Dalam teori kontrak sosial yang dikemukakan Rousseau, wakil rakyat hanya sah memegang kekuasaan jika mereka menjalankan mandat rakyat. Jika mandat itu dikhianati, maka rakyat berhak menarik kembali kepercayaannya. Hari ini itulah yang terjadi di Gorontalo,” jelas Erlin.
Salah satu alasan DPRD membela Shopee Express adalah kontribusi perusahaan yang disebut mampu menyerap lebih dari seribu tenaga kerja lokal. Namun, bagi mahasiswa, argumen itu tidak memadai.
Erlin menilai serapan tenaga kerja hanyalah “angka manis” yang menutupi akar persoalan. Pekerjaan yang ditawarkan cenderung bersifat buruh murah dan tidak menjawab masalah ketergantungan ekonomi daerah.
“Serapan tenaga kerja tidak bisa dijadikan pembenaran untuk menutup mata terhadap vendor lokal yang dimatikan, PAD yang bocor, dan ekonomi rakyat yang melemah. Ini hanya logika semu kapitalisme yang menganggap rakyat cukup diberi upah, sementara keuntungan besar dibawa keluar daerah,” paparnya.
Atas dasar itu, BEM Universitas Gorontalo bersama elemen mahasiswa lain resmi menyatakan mosi tidak percaya terhadap DPRD Provinsi Gorontalo.
Menurut Erlin, krisis kepercayaan ini bukan sekadar luapan emosi, melainkan berpijak pada analisis teoritis dan historis.
Ia mengutip pandangan Bung Karno dalam Manifesto Politik, bahwa imperialisme modern bekerja dengan cara baru, bukan lagi penjajahan bersenjata, tetapi dominasi ekonomi yang didukung elit lokal.
“DPRD hari ini sudah kehilangan posisinya sebagai benteng rakyat. Mereka berubah menjadi komprador, yakni perantara kepentingan modal. Karena itu, mahasiswa tidak punya pilihan lain selain menyatakan mosi tidak percaya,” tegasnya.
Erlin menambahkan, mahasiswa Universitas Gorontalo akan terus mengawal isu ini. Baginya, perjuangan mahasiswa bukan hanya soal aksi jalanan, tetapi juga kesadaran kritis dan keberanian melawan dominasi kapitalisme yang merugikan rakyat.
“Kami tidak menolak investasi, tapi kami menolak investasi yang mematikan ekonomi rakyat dan hanya menguntungkan segelintir orang. Kami menuntut DPRD untuk kembali berpihak pada rakyat, atau bersiap menghadapi gelombang perlawanan yang lebih besar,” tutupnya.
Kasus Shopee Express di Gorontalo kini menjadi simbol tarik-menarik antara kepentingan modal dan kepentingan rakyat. Perusahaan datang membawa bendera investasi dengan serapan tenaga kerja, sementara keresahan publik muncul soal kedaulatan ekonomi daerah, keadilan bagi vendor lokal, dan potensi kebocoran PAD.
Di tengah situasi itu, mahasiswa menegaskan sikap, mereka tidak lagi percaya pada DPRD Provinsi Gorontalo. Sebuah peringatan keras bahwa demokrasi kehilangan makna jika wakil rakyat berkhianat pada rakyat yang diwakilinya.
Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian, simpulindo.com berkomitmen menyajikan informasi factual dari lapangan. Ikuti perkembangan terbaru melalui saluran kami https://bit.ly/4n8h1GD