Berita

Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat: DPR RI Segera Bahas dan Sahkan Menjadi UU Masyarakat Adat

×

Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat: DPR RI Segera Bahas dan Sahkan Menjadi UU Masyarakat Adat

Sebarkan artikel ini
Koalisi Kawal RUU Masyarakat adat. Foto: Istimewa
Koalisi Kawal RUU Masyarakat adat. Foto: Istimewa

Simpulindo.com, Gorontalo – Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 belum menunjukkan perkembangan signifikan. Tujuh bulan setelah ditetapkan, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI belum mengambil langkah konkret untuk membahasnya.

Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat menilai DPR abai terhadap mandat konstitusi, terutama Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 yang menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap keberadaan Masyarakat Adat. Sejak awal tahun, koalisi ini aktif melakukan advokasi melalui dialog dan audiensi dengan DPR dan sejumlah lembaga pemerintah.

Naskah akademik dan draf RUU versi masyarakat sipil telah disampaikan ke pimpinan Baleg dan fraksi-fraksi di DPR. Selain itu, komunikasi intensif juga terjalin dengan Kementerian Hukum dan HAM, Bappenas, Kemenko PMK, Kemendikbud Ristek, Komnas HAM, dan Komnas Perempuan.

Draf RUU dari masyarakat sipil mengusulkan beberapa hal penting seperti pengakuan deklaratif terhadap Masyarakat Adat, mekanisme administratif sederhana dalam pengakuan wilayah adat, Jaminan hak kolektif bagi perempuan dan anak adat, Pembentukan lembaga perlindungan dan penyelesaian konflik adat di tingkat nasional dan daerah, serta Harmonisasi lebih dari 30 Undang-Undang sektoral yang saling tumpang tindih atau bersifat diskriminatif.

Koalisi mencatat ketiadaan payung hukum yang menyeluruh berdampak langsung terhadap Masyarakat Adat. Dampaknya meliputi kriminalisasi, perampasan wilayah, diskriminasi sosial, hingga punahnya bahasa dan identitas budaya. Kondisi ini memperparah kekerasan struktural yang terus berulang dari waktu ke waktu.

Dalam upaya menggalang dukungan, koalisi telah bertemu dengan berbagai fraksi DPR RI, antara lain PDIP, PKS, NasDem, PKB, PAN, Demokrat, serta anggota DPD RI.

Menurut koalisi, RUU ini bukanlah upaya menghidupkan sistem feodal atau kerajaan, melainkan sebuah langkah pemulihan atas ketidakadilan konstitusional yang telah berlangsung lama. Sejumlah fraksi menyatakan dukungan dan membuka ruang kerja sama lanjutan.

Dari pihak eksekutif, Kementerian Hukum dan HAM menyampaikan kesiapan untuk mengawal proses harmonisasi antar-kementerian. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menilai substansi RUU sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Komnas HAM juga telah merilis Standar Norma dan Prosedur (SNP) sebagai pedoman pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak Masyarakat Adat.

Untuk menjangkau kalangan yang lebih luas, terutama masyarakat urban dan generasi muda, koalisi bersama Arungkala mengembangkan kampanye media digital. Kampanye ini melibatkan situs web, konten berkala, dan kolaborasi dengan influencer dari komunitas akar rumput. Koalisi juga menyoroti proyek strategis nasional seperti food estate yang dianggap merusak sistem pangan lokal dan mengeksploitasi lahan adat secara masif.

Koalisi menekankan lima alasan mendesak mengapa RUU Masyarakat Adat perlu segera dibahas dan disahkan:

  1. Payung Hukum Tunggal. Menyatukan berbagai regulasi sektoral yang selama ini tumpang tindih.
  2. Hak Tenurial. Menghormati relasi historis antara Masyarakat Adat dan tanah ulayat.
  3. Pengakuan Hak Kolektif. Meliputi perlindungan terhadap perempuan dan anak adat.
  4. Keadilan Ekologis. Masyarakat Adat terbukti lebih menjaga keseimbangan ekosistem.
  5. Mandat Konstitusi. Memastikan hak-hak warga negara yang selama ini terpinggirkan diakui secara formal.

Koordinator Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat, Veni Siregar, menjelaskan bahwa kementerian terkait telah menyatakan dukungan dan kesediaan untuk membahas RUU tersebut bersama DPR RI. Naskah akademik sebagai bagian dari usulan inisiatif telah diserahkan. Namun hingga berakhirnya Masa Sidang IV, DPR belum membentuk Panitia Kerja (Panja) dan belum menyepakati RUU ini sebagai inisiatif DPR.

“Padahal, agar sebuah RUU dapat dibahas bersama pemerintah di Pembahasan Tingkat I, harus lebih dulu disahkan sebagai RUU inisiatif DPR melalui Rapat Paripurna,” kata Veni, Kamis (31/7/2025).

Juru Bicara Koalisi, Abdon Nababan, menambahkan bahwa mayoritas pertemuan dengan kementerian, lembaga, dan fraksi DPR menunjukkan respons positif. Dialog yang berlangsung bahkan mencakup isu strategis seperti kepastian berusaha dan upaya menekan biaya ekonomi tinggi.

“Oleh karena itu, DPR seharusnya segera menjadwalkan pembahasan dan mengesahkan RUU ini,” ujar Abdon.

Sebagai langkah lanjutan, koalisi mendesak DPR RI agar menjadwalkan pembahasan resmi di Badan Legislasi dan mendorong pemerintah untuk terlibat aktif dalam proses harmonisasi hingga pengesahan.

Koalisi juga tengah menyiapkan Aksi Budaya Serentak Nasional. Aksi ini akan melibatkan ribuan Masyarakat Adat, seniman, akademisi, serta masyarakat umum sebagai bentuk solidaritas dan dukungan moral terhadap pengesahan RUU Masyarakat Adat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *