Simpulindo.com, – Forest Watch Indonesia (FWI) dan Forum Akademisi Timur Melawan Tambang di Pulau Kecil menggelar diskusi publik dan media briefing bertajuk “Forum Akademisi Timur Menolak Tambang Masuk Kampus”, Rabu (1/2/2025).
Kegiatan tersebut diinisiasi sebagai respons atas rencana pemerintah memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada perguruan tinggi.
Sebelumnya, pemerintah telah memberikan izin serupa kepada organisasi keagamaan. Kebijakan ini memicu kritik keras dari kalangan akademisi karena dinilai dapat melemahkan daya kritis kampus terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran dan berpotensi merusak lingkungan, khususnya di pulau-pulau kecil.
Dr. Sitti Marwah menilai kebijakan pemberian IUP kepada perguruan tinggi merupakan ancaman bagi integritas akademik.
“Pemerintah menawarkan izin usaha pertambangan (IUP) kepada perguruan tinggi merupakan tindakan merendahkan posisi perguruan tinggi yang memiliki martabat diri dan integritas. Saat ini saja integritas akademik sudah menurun, apalagi jika kampus dikelola sebagai perusahaan tambang. Ini hanya akan memperparah kondisi dan membungkam nalar kritis kampus,” kata Sitti.
Sitti menegaskan pentingnya evaluasi kebijakan ini agar perguruan tinggi tetap berperan sebagai penjaga moral, keadilan sosial, dan keberlanjutan lingkungan.
“Netralitas dan integritas akademik harus tetap menjadi pilar utama perguruan tinggi dalam mendorong perbaikan tata kelola sumber daya alam berkelanjutan,” ujarnya.
Sementara itu, Prof. La Ode M. Aslan mengingatkan bahwa dunia akademik harus bersatu menghadapi polemik ini.
“Jangan mau diadu domba antar perguruan tinggi terkait permasalahan tambang ini. Sebagai civitas akademika, kita harus bersatu dan menyuarakan kebenaran berdasarkan keilmuan yang objektif,” tegasnya.
Kebijakan bagi-bagi izin tambang kepada perguruan tinggi dan ormas juga disebut sebagai bentuk baru kolusi dalam pengelolaan sumber daya alam.
“Ini dagelan. Bukannya solusi untuk kemandirian, justru memperlebar ruang kolusi baru yang berbahaya bagi lingkungan jika tata kelolanya tidak dibenahi,” ujar Dr. Andi Chairil Ichsan menambahkan.

Ancaman Ekosistem Pulau Kecil
Kritik terhadap kebijakan ini semakin kuat karena tambang di pulau-pulau kecil yang dilarang oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 terus berlangsung, memperburuk tata kelola yang sudah bermasalah. Data Kementerian ESDM (2024) menunjukkan, jumlah IUP mineral dan batu bara di Indonesia mencapai 4.634 izin.
Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat ada 149 IUP yang tersebar di 242 pulau kecil. Aktivitas tambang di kawasan hutan mencakup luas 4.997.564,48 hektare, termasuk ekosistem esensial dan lahan gambut masing-masing seluas 2.570.658,51 hektare dan 519.549,25 hektare.
Tambang di pulau kecil juga telah menyebabkan deforestasi seluas 271.642,78 hektare atau 3% dari laju rata-rata deforestasi nasional.
Menurut Hafidah Nur, S.P., M.Si., keterlibatan perguruan tinggi dalam aktivitas tambang hanya akan memperbesar ancaman lingkungan.
“Seharusnya perguruan tinggi hadir sebagai pihak yang melindungi masyarakat dan lingkungan, bukan justru terlibat dalam kegiatan yang merusak alam,” tegasnya.
Prof. Agus Kastanya menilai langkah konkret perlu diambil untuk menanggapi kebijakan ini secara akademik dan strategis.
“Lebih baik ada kajian yang melibatkan forum rektor, agar mereka memahami kondisi faktual di lapangan, terutama di pulau-pulau kecil di Indonesia Timur. Dengan begitu, mereka bisa memberikan landasan ilmiah dalam menilai kebijakan ini,” ujarnya.
Langkah ini dinilai penting untuk memastikan perguruan tinggi tetap berpegang pada nilai-nilai keberlanjutan dan keberpihakan kepada masyarakat serta lingkungan. Pemerintah pun didesak agar memastikan kebijakan pertambangan tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan yang lebih luas.