Simpulindo.com, – Pemerintah Indonesia tengah merumuskan sejumlah langkah strategis dalam menghadapi kebijakan tarif timbal balik yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap produk ekspor nasional. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa setidaknya ada lima poin kerja sama yang tengah dijajaki bersama otoritas di Washington.
Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam merespon bea masuk tinggi yang dikenakan pemerintah AS terhadap berbagai produk asal Indonesia, dengan tarif mencapai 32 persen.
“Indonesia telah memulai proses komunikasi dan negosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat guna menanggapi kebijakan tarif resiprokal tersebut,” ujar Sri Mulyani, Jumat (25/4/2025).
Lima Langkah Responsif
Sejumlah langkah yang tengah dijajaki mencakup penyesuaian tarif, peningkatan impor, hingga reformasi struktural.
Pertama, pemerintah mempertimbangkan penyesuaian tarif bea masuk terhadap sejumlah produk asal Amerika Serikat. Penyesuaian ini dilakukan secara selektif berdasarkan kepentingan nasional dan kondisi industri dalam negeri.
Kedua, Indonesia berkomitmen untuk memperbesar volume impor dari Amerika Serikat, khususnya pada komoditas yang belum dapat diproduksi di dalam negeri. Komoditas tersebut antara lain mencakup minyak dan gas bumi (migas), peralatan teknologi, serta produk-produk pertanian.
Langkah ketiga adalah melanjutkan reformasi di sektor perpajakan dan kepabeanan. Reformasi ini bertujuan menciptakan iklim investasi dan perdagangan yang lebih efisien dan kompetitif, baik untuk pelaku usaha domestik maupun asing.
Keempat, penyesuaian kebijakan non-tarif juga menjadi bagian dari pembahasan. Aspek yang diperhatikan antara lain penerapan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), pengaturan kuota impor, proses deregulasi, serta peninjauan atas kebijakan teknis yang melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga.
Adapun langkah kelima menyangkut upaya pengendalian lonjakan impor melalui mekanisme trade remedies. Pemerintah menyatakan akan bersikap lebih sigap dan responsif dalam menerapkan kebijakan ini guna melindungi industri dalam negeri dari potensi kerugian akibat lonjakan barang impor.
“Seluruh kebijakan ini ditujukan untuk menjaga stabilitas ekonomi makro, memperkuat pertumbuhan ekonomi, serta memastikan keberlanjutan fiskal dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” tutur Sri Mulyani.
Perluasan Pasar Ekspor
Di luar upaya meredam dampak kebijakan tarif dari Amerika Serikat, pemerintah Indonesia juga memperkuat strategi diversifikasi pasar ekspor. Menurut Sri Mulyani, pemerintah menargetkan perluasan akses ekspor ke kawasan Asia Timur, Asia Tenggara, serta sejumlah negara mitra strategis.
Beberapa wilayah yang menjadi fokus antara lain ASEAN Plus Three, yakni China, Jepang, dan Korea Selatan serta negara-negara anggota BRICS, seperti Brasil, Rusia, India, dan Afrika Selatan. Di samping itu, kawasan Eropa juga masuk dalam radar pengembangan pasar ekspor nasional.
Langkah ini sejalan dengan strategi jangka menengah pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada satu mitra dagang, sekaligus meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar global.