Simpulindo.com, – Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menemukan indikasi adanya “dapur fiktif” dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang direncanakan menjadi salah satu warisan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Temuan itu mengarah pada dugaan permainan dalam penentuan satuan pelayanan pemenuhan gizi oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dengan dalih “kuota penuh”.
Menurut Nurhadi, istilah “kuota penuh” sebetulnya merujuk pada penolakan mendadak terhadap calon dapur yang sudah lulus survei. Penolakan tersebut, menurutnya, justru dimanfaatkan untuk menempatkan kepala dapur yang dinilai tidak memiliki kompetensi memadai.
“Kalau sistem bilang kuota penuh tapi di lapangan belum ada dapur, itu bukan salah teknis. Itu permainan yang mengunci kesempatan orang lain berkontribusi,” kata Nurhadi. Kamis (14/8/2025) dilansir dari parlementaria.
Anggota Komisi Kesehatan DPR itu membeberkan laporan dari lapangan yang menyebut sejumlah calon dapur berstatus lulus survei di akun resmi BGN, namun tiba-tiba ditolak dengan alasan kuota kecamatan penuh. Padahal, menurutnya, lokasi yang dimaksud sama sekali belum memiliki bangunan dapur.
“Ini jelas kuota penuh fiktif. Faktanya, tidak ada pembangunan. Kalau alasannya kuota penuh, berarti ada tangan-tangan yang sengaja mengunci titik dapur itu,” tutur politisi Fraksi Partai NasDem tersebut.
Forum Masyarakat Makan Bergizi Gratis (FMMBG) Jawa Barat juga melaporkan temuan serupa. Salah satunya, titik dapur fiktif tercatat di data pendaftaran penyedia makan bergizi. Informasi di portal resmi BGN menyebut dapur sudah penuh, tetapi di lapangan banyak titik yang belum dibangun, bahkan tidak pernah ada sama sekali.
Kondisi tersebut dinilai memprihatinkan. Banyak calon dapur telah menggelontorkan modal besar untuk membangun fasilitas dan membeli peralatan sesuai standar, dengan nilai investasi yang bisa mencapai puluhan juta rupiah.
“Bayangkan, orang sudah keluarkan modal besar, sudah siapkan alat dapur, tapi dicoret begitu saja. Ini menghancurkan semangat masyarakat yang ingin mendukung program negara,” ungkap Nurhadi.
Nurhadi juga menyoroti banyaknya penunjukan kepala dapur atau Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) yang kompetensinya diragukan.
“Yang sudah dilatih profesional selama tiga bulan justru tidak dipakai, malah digantikan orang yang tidak paham teknis,” ucap Nurhadi.
Atas temuan tersebut, Nurhadi mendesak BGN melakukan audit internal, membuka data lapangan secara transparan, serta menghapus sistem “penguncian” titik dapur yang rawan permainan.
“Kalau BGN tidak bersih-bersih, jangan salahkan publik kalau menilai MBG ini hanya proyek bagi-bagi jatah,” tukas Nurhadi.
“Anak-anak kita butuh makan bergizi, bukan jadi korban drama kuota dan titipan jabatan,” imbuhnya lagi.