Opini

KOHATI 59 Tahun Refleksi Sejarah, Nilai, dan Masa Depan Perempuan Muslim Indonesia

×

KOHATI 59 Tahun Refleksi Sejarah, Nilai, dan Masa Depan Perempuan Muslim Indonesia

Sebarkan artikel ini
Alyssa Zaharany Idjham (Kader Kohati HMI Cab. Limboto)
Alyssa Zaharany Idjham (Kader Kohati HMI Cab. Limboto)

Penulis: Alyssa Zaharany Idjham (Kader Kohati HMI Cab. Limboto)

Simpulindo.com, Limboto – Pada 17 September 2025 Korps HMI-Wati atau KOHATI genap berusia 59 tahun. Hampir enam dekade perjalanan ini tidak hanya mencatat panjangnya usia melainkan juga merekam bagaimana perempuan muslim Indonesia meneguhkan peran kepemimpinan sekaligus memberi kontribusi dalam dinamika bangsa.

Peringatan tahun ini mengusung tagline “KOHATI Bernilai, Indonesia Maju” yang menegaskan bahwa kemajuan negeri tidak mungkin dilepaskan dari kualitas perempuan. Nilai yang dimaksud melampaui kecakapan akademis karena mencakup integritas, kesadaran sosial, serta kemampuan hadir sebagai subjek perubahan.

KOHATI berdiri pada 1966 di tengah gejolak politik pasca-1965. Saat itu muncul kesadaran dalam tubuh Himpunan Mahasiswa Islam bahwa perempuan membutuhkan ruang kaderisasi yang sesuai dengan pengalaman dan tantangan mereka. Kehadirannya tidak pernah dimaksudkan untuk memisahkan diri melainkan memperkuat peran perempuan dalam organisasi mahasiswa Islam. Sejak awal KOHATI membawa misi membentuk kader muslimah yang taat berilmu dan tangguh menghadapi realitas sosial.

Sejarah perjalanan organisasi ini menorehkan fase penting. Pada masa Orde Baru KOHATI bertahan dengan konsolidasi nilai. Memasuki dekade sembilan puluhan kader-kadernya aktif dalam gerakan reformasi. Di tahun dua ribuan fokus diarahkan pada kaderisasi berbasis gender dan isu keadilan sosial. Dua dekade terakhir tantangan globalisasi digitalisasi dan kesetaraan gender semakin nyata.

Kini ketika memasuki usia 59 tahun persoalan yang dihadapi jauh lebih serius mulai dari kekerasan berbasis gender hingga ketimpangan pendidikan dan kesehatan, rendahnya representasi politik, serta beban ganda yang terus menjerat perempuan.

Masa depan perempuan muslim Indonesia akan sangat ditentukan oleh kemampuannya menafsir ulang tradisi dan nilai agama dalam konteks modern. Perempuan tidak lagi hanya ditempatkan sebagai penjaga harmoni keluarga tetapi juga sebagai penentu arah kebijakan publik.

Ruang politik dan ekonomi yang selama ini sempit harus diperluas agar kader perempuan dapat berperan lebih strategis. Pendidikan tinggi, akses teknologi, dan literasi digital menjadi bekal utama agar perempuan muslim tidak tertinggal dalam arus perubahan global. Dengan kapasitas itu mereka tidak hanya menjadi penerima manfaat pembangunan tetapi ikut menentukan jalannya pembangunan itu sendiri.

Dalam kondisi ini KOHATI tidak cukup berfungsi sebagai ruang kaderisasi internal. Ia dituntut hadir sebagai agen perubahan sekaligus agen advokasi yang mendorong kebijakan publik lebih berpihak pada perempuan. Mandat historis sekaligus moral yang diemban adalah melahirkan intelektual muslimah yang adaptif kritis dan solutif.

Indonesia masa depan memerlukan perempuan yang bukan hanya mengisi panggung tetapi juga memainkan peran utama. Perempuan bernilai tidak hanya mampu bersaing melainkan juga menafsir ulang persaingan dengan etika kolektivitas dan orientasi pada kemaslahatan.

Relevansi KOHATI akan ditentukan oleh dua hal yakni nilai yang menjaga identitas dan kontribusi yang memastikan kebermaknaan. Bila keduanya berjalan seiring maka “KOHATI Bernilai, Indonesia Maju” bukan sekadar slogan melainkan kenyataan yang dapat dirasakan masyarakat.

Sejarah bangsa selalu mencatat kehadiran perempuan dalam fase-fase krusial. Kini giliran KOHATI membuktikan bahwa kadernya siap menjadi bagian penting dalam lahirnya Indonesia yang adil setara dan berkemajuan.

Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian, simpulindo.com berkomitmen menyajikan informasi factual dari lapangan. Ikuti perkembangan terbaru melalui saluran kami https://bit.ly/4n8h1GD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *