Simpulindo.com, – INDONESIA Corruption Watch (ICW) melontarkan kritik terhadap pidato Presiden Prabowo Subianto dalam sidang tahunan MPR RI, pada Jumat 15 agustus 2025 lalu. Pidato yang menyinggung komitmen pemberantasan korupsi itu dinilai tidak sejalan dengan kenyataan.
Dalam pidato kenegaraan tersebut, Presiden Prabowo menegaskan pemerintah berkomitmen memberantas mafia sumber daya alam dan korupsi. Presiden juga menjanjikan penegakan hukum tanpa pandang bulu terhadap pejabat yang terjerat praktik korupsi.
Presiden juga meyampaikan, harus berani melihat penyakit-penyakit yang ada di tubuh kita. Pemerintah akan menyelamatkan rakyat, membela kepentingan rakyat, dan memastikan rakyat tidak menjadi korban serakah-nomic.
Koordinator Divisi Edukasi Publik ICW, Nisa Zonzoa, menilai pernyataan Presiden justru bertolak belakang dengan realitas sosial.
“Hingga hari ini, koruptor masih menguasai negara, masyarakat kian terpinggirkan, kebijakan semakin tak berpihak pada rakyat, dan penegakan hukum dipertaruhkan demi kepentingan elite politik yang akhirnya menggerus nilai keadilan,” kata Nisa dalam siaran pers, Minggu (17/8/2025).
ICW menyoroti kebijakan pemerintah yang dinilai melemahkan efek jera koruptor, memberi sinyal bahwa pejabat korup dapat dilindungi, dan mendorong budaya impunitas yang merugikan kepentingan rakyat. Misalnya pemberian Abolisi dan Amnesti kepada terdakwa kasus korupsi, Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong pada 31 Juli 2025.
“Pemberian amnesti dan abolisi sebelum proses hukum inkracht dapat dilihat sebagai intervensi politik yang berbahaya dalam penegakan hukum antikorupsi dan menimbulkan kesan sewenang-wenang,” tulis ICW.
ICW menilai perlindungan hukum bagi koruptor melalui amnesti atau abolisi yang prematur berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dan penegakan hukum secara keseluruhan. Komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi, menurut ICW, tidak sejalan dengan fakta lapangan.
Selain itu, ICW mencatat vonis pengadilan terhadap pelaku korupsi relatif ringan dan belum memberi efek jera. Data ICW 2015-2023 menunjukkan rata-rata vonis bagi koruptor hanya 3 tahun 7 bulan, sementara 682 orang divonis bebas atau lepas. Kerugian negara selama periode tersebut tercatat mencapai Rp 92 triliun.
Keterlambatan pembahasan RUU Perampasan Aset juga menjadi perhatian. RUU yang diyakini dapat mempercepat pemulihan kerugian negara dan menutup ruang bagi koruptor untuk menyembunyikan aset, hingga kini belum disahkan.
“Mandeknya pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi sinyal kuat pemerintah juga tidak berpihak pada kepentingan rakyat,” tulis ICW.
Di akhir pernyataan, ICW mengutip pemikiran Tan Malaka: “Kemerdekaan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan. Kemerdekaan sejati hanya ada bila rakyat berani berpikir, bersuara, dan melawan segala bentuk penindasan.”
ICW menegaskan, korupsi merupakan bentuk penindasan gaya baru yang sering tidak disadari masyarakat. Karena itu, momentum peringatan Hari Kemerdekaan RI disebut harus menjadi titik balik untuk meneguhkan kembali semangat melawan korupsi serta mengkonsolidasikan kekuatan rakyat menghadapi persoalan yang telah mengakar tersebut.