Hukum

Djufri Buna: Ucapan “Pencuri” Saat Aksi Penuhi Unsur Pidana

×

Djufri Buna: Ucapan “Pencuri” Saat Aksi Penuhi Unsur Pidana

Sebarkan artikel ini
Advokat Sekaligus Praktisi Hukum, Djufri Buna, SH., MH. Foto: Dok. Istimewa
Advokat Sekaligus Praktisi Hukum, Djufri Buna, SH., MH. Foto: Dok. Istimewa

Simpulindo.com, Gorut – Advokat sekaligus praktisi hukum, Djufri Buna, SH., MH, menegaskan bahwa aksi demonstrasi merupakan hak konstitusional warga negara, namun pelaksanaannya tidak boleh disertai dengan ujaran yang mencaci atau menuduh seseorang tanpa dasar hukum yang jelas.

Pandangan tersebut disampaikan Djufri menanggapi insiden unjuk rasa di halaman Kantor Bupati Gorontalo Utara, yang sempat diwarnai orasi bernada tuduhan terhadap pejabat daerah.

Menurut Djufri, kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum dijamin dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998. Meski demikian, setiap warga negara tetap berkewajiban menghormati norma hukum, moralitas, kesusilaan, dan sopan santun dalam menyampaikan aspirasi.

“Menyampaikan tuntutan kepada pemerintah adalah hak setiap warga, tetapi tidak dengan cacian, makian, atau tuduhan yang melanggar hukum serta norma sosial,” ujar Djufri.

Dalam orasi aksi tersebut, salah satu peserta disebut menyebut Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Gorontalo Utara, Tamrin Monoarfa, dengan kata “pencuri” di hadapan publik.

Djufri menilai pernyataan itu berpotensi memenuhi unsur tindak pidana penghinaan sebagaimana diatur dalam Pasal 310 dan Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 310 ayat (1) KUHP menyebutkan, “Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal agar diketahui umum, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.”

Sementara Pasal 311 ayat (1) KUHP mengatur bahwa jika tuduhan tersebut tidak benar dan dilakukan dengan sengaja, pelaku dapat dijerat dengan pidana fitnah hingga empat tahun penjara.

Berdasarkan analisis yuridis, Djufri menjelaskan unsur kesengajaan dan maksud agar diketahui umum tampak nyata dalam orasi yang disampaikan di depan massa. Kalimat yang menuduhkan perbuatan tertentu, seperti sebutan “pencuri”, tergolong perbuatan yang menyerang kehormatan dan nama baik seseorang.

“Objek yang diserang adalah kehormatan pribadi. Dalam konteks ini, ucapan tersebut telah menyinggung harga diri dan martabat pejabat yang disebut,” jelasnya.

Djufri menambahkan, hingga kini Tamrin Monoarfa selaku Kepala Dinas PMD Gorontalo Utara tidak pernah dijatuhi sanksi pidana atau terbukti melakukan tindak pencurian sebagaimana yang dituduhkan. Karena itu, tuduhan dalam orasi demonstrasi dinilai tidak berdasar dan bertentangan dengan fakta hukum.

Dalam hukum pidana, subjek hukum dapat berupa manusia (natuurlijke persoon) maupun badan hukum (rechtspersoon). Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXII/2024, lembaga atau korporasi tidak dapat menjadi subjek hukum dalam perkara pencemaran nama baik melalui sistem elektronik. Namun untuk kasus yang diatur Pasal 310 dan 311 KUHP, subjek hukumnya tetap individu sebagai korban penghinaan.

Dengan dasar tersebut, Djufri Buna menyimpulkan bahwa tindakan peserta aksi yang menuduhkan perbuatan tertentu kepada Kepala Dinas PMD telah memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (1) dan Pasal 311 ayat (1) KUHP.

“Kebebasan berpendapat bukan berarti bebas menghina. Demonstrasi adalah bagian dari demokrasi, tetapi tetap harus menjunjung etika dan hukum. Kritik boleh, fitnah tidak,” pungkas Djufri. (AP/Simpulindo).


Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian, simpulindo.com berkomitmen menyajikan informasi faktual dari lapangan. Ikuti perkembangan terbaru melalui saluran kami Klik Disini https://bit.ly/4n8h1GD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *