Simpulindo.com, – Gorontalo Utara kembali memanas. Aliansi Paguyuban se-Gorontalo Utara (APGU) menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Gorontalo Utara.
Aksi tersebut merupakan bentuk protes keras terhadap keputusan Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang dinilai sebagai cerminan kegagalan penyelenggara pemilu.
Sejak pukul 14.00 WITA, massa mulai berdatangan. Mereka berorasi di depan Kantor KPU, kemudian bergeser ke Kantor Bawaslu pada pukul 15.33 WITA. Suasana memanas saat terjadi aksi saling dorong antara pengunjuk rasa dan aparat kepolisian yang berjaga ketat.
Sementara di Kantor Bawaslu, massa bahkan berhasil masuk dan menduduki area kantor sebagai bentuk tekanan terhadap penyelenggara pemilu.
Dalam orasinya, koordinator lapangan, Risman Mahmud, menyampaikan kekecewaan terhadap kinerja KPU dan Bawaslu yang dianggap gagal menyelenggarakan pemilu secara profesional. Mereka menuntut agar para komisioner KPU dan Bawaslu segera mengundurkan diri.
“Ini menjadi tanda kegagalan KPU dan Bawaslu. Kami datang untuk mempertanyakan kinerja mereka dan menuntut agar para komisioner lebih baik mundur dari jabatannya,” tegas Risman, Senin (17/03/25).
Risman menambahkan bahwa aksi ini murni sebagai bentuk perjuangan demi perbaikan demokrasi di Gorontalo Utara. Mereka tidak memiliki kepentingan lain selain menegakkan keadilan bagi masyarakat yang merasa dirugikan akibat PSU.
“Kami ingin menegaskan bahwa APGU tidak datang karena kepentingan politik tertentu. Ini murni karena kami adalah warga asli Gorontalo Utara yang merasakan dampak besar dari keputusan ini,” tambahnya.
Selain itu, demonstran juga menuntut transparansi anggaran pemilu sebelumnya serta alokasi dana PSU. Mereka menilai ketertutupan informasi oleh KPU dan Bawaslu semakin memperburuk krisis kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu.
“Daerah ini sedang kacau, kepercayaan rakyat terhadap KPU dan Bawaslu sudah tergerus. Kami ingin tahu bagaimana anggaran pemilu sebelumnya digunakan, termasuk anggaran PSU ini. Tapi mereka menutupinya dari publik,” kata Risman dengan nada kecewa.
Sementara itu, salah satu perwakilan demonstran, Momon Sabuati, menyoroti isu ijazah salah satu calon wakil bupati yang tengah ramai diperbincangkan.
Ia menegaskan bahwa KPU dan Bawaslu harus segera mengambil langkah konkret agar isu ini tidak menjadi alasan baru untuk menggelar PSU lagi.
“Kami ingin kepastian dari penyelenggara pemilu soal isu ijazah ini. Jangan sampai ketidakcermatan mereka kembali menyebabkan PSU. PSU sudah dijadwalkan pada 19 April, waktunya sangat sempit. Kalau tidak ada langkah konkret, yang menjadi korban bukan hanya KPU dan Bawaslu, tetapi seluruh masyarakat Gorontalo Utara,” ujarnya.
Momom pun dengan tegas meminta agar KPU dan Bawaslu segera mundur jika tidak mampu memberikan kepastian dan transparansi kepada masyarakat.
“Kami minta mereka mundur jika tidak ada langkah konkret terkait isu ijazah ini,” pungkas Momon.