Amnesty-Greenpeace, Desak Cabut Kebijakan Pro-Elite

Simpulindo.com, Jakarta – Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah segera mencabut berbagai kebijakan yang dianggap merugikan rakyat. Tuntutan itu menguat setelah rangkaian unjuk rasa berujung bentrok dengan aparat hingga menelan korban jiwa.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai kebijakan pemerintah belakangan ini semakin condong pada kepentingan elite.

Hal itu tercermin dari kenaikan pajak, penambahan tunjangan anggota dewan, hingga perluasan peran militer serta praktik brutal aparat kepolisian.

“Fakta empiris menunjukkan ada rasa frustasi di kalangan masyarakat Indonesia, karena kebijakan pemerintah lebih pro elite daripada pro rakyat. Kasus driver ojek online yang meninggal dunia akibat terlindas kendaraan polisi hanyalah pucuk dari gunung es dari keseluruhan potret struktural kekerasan polisi terhadap para pemrotes,” kata Usman dalam konferensi pers di Gedung LBH Jakarta yang juga disiarkan daring, Jumat (29/8/2025).

Ia menegaskan, pola kekerasan aparat dalam menangani demonstrasi, mulai dari penahanan, penyiksaan, hingga penggunaan kekuatan berlebihan tak bisa lagi ditoleransi. Amnesty memperkirakan, kekerasan serupa berpotensi terus berulang jika pemerintah tidak mengubah arah kebijakannya.

“Kami tidak hanya menuntut pertanggungjawaban. Kami juga mendesak perubahan mendasar, termasuk pembatalan proyek strategis nasional, pencabutan kenaikan pajak, dan cabut penambahan tunjangan DPR,” ucap Usman.

Sejalan dengan itu, Juru Kampanye Greenpeace Indonesia, Khalisa Khalid, menilai tindakan aparat selama aksi protes mencerminkan kegagalan negara menjamin hak konstitusional warga.

“Akibat brutalitas aparat, banyak peserta aksi merasa sangat berat mengelola emosi. Rasa sedih dan marah memuncak karena yang dihadapi adalah tindakan kekerasan negara. Protes itu dipicu oleh kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, ditambah pernyataan pejabat publik yang justru memicu keresahan,” kata Khalisa.

Khalisa menambahkan, praktik kekerasan aparat selama ini terjadi karena adanya pembiaran dan imunitas dari institusi negara. Pemerintah, tegasnya, seharusnya menjamin keselamatan warga yang menggunakan hak konstitusional, bukan justru merespons dengan kekerasan.

“Protes adalah jalan rakyat memperjuangkan haknya, tapi malah direpresi. Ini adalah kekerasan negara yang tidak boleh dibiarkan. Kami mengutuk keras tindakan brutal aparat dan mendesak pemerintah segera menghentikan praktik seperti ini,” ujarn Khalisa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *