11 Tenda Berdiri, Tamu Sudah Datang, Calon Suami Brimob Tak Pernah Muncul

Simpulindo.com, Gorontalo – Jumat (9/8/2025) seharusnya menjadi hari penuh sukacita bagi Sri Sukmawati Rahman, Amd.Kom. Hari di mana janji suci terucap di hadapan keluarga, sahabat, dan undangan. Namun, kebahagiaan itu runtuh seketika. Calon suaminya, Bripda Tri Farhan Mahieu, anggota Brimob Gorontalo, menghilang tanpa jejak.

Segala persiapan telah dilakukan dengan matang. Pasangan ini bahkan sudah menjalani pernikahan dinas pada 17 Juli 2025, lamaran pada 30 Juli, dan pembinaan di Kantor Urusan Agama pada 5 Agustus. Akad nikah dijadwalkan berlangsung pada pagi 9 Agustus, diikuti resepsi besar pada malam harinya.

Di halaman rumah keluarga mempelai wanita tepatnya di Desa Pangadaan Kec. Dungalio Kabupaten Gorontalo, sebelas tenda besar berdiri megah. Kursi-kursi tertata rapi, hidangan telah siap, dan tamu mulai berdatangan sejak pagi. Namun, di tengah suasana yang semestinya riuh oleh senyum dan tawa, kabar mengejutkan menyebar: mempelai pria tak kunjung datang.

Telepon selulernya mati. Jejaknya lenyap. Waktu terus berjalan, tetapi bayangan seragam Brimob itu tak juga terlihat. Kepanikan menyelimuti keluarga mempelai wanita. Hingga malam, ketika musik resepsi seharusnya mengalun, yang tersisa hanyalah hening bercampur tatapan bingung para tamu.

Demi menjaga martabat dan menghormati tamu yang telah hadir, keluarga memutuskan mengganti resepsi dengan pembaiatan adik Sri Sukmawati. Meski langkah itu diambil, rasa kecewa dan malu tetap membekas dalam-dalam.

“Pihak Brimob Gorontalo sudah bergerak melakukan pencarian berdasarkan titik lokasi yang terdeteksi,” ungkap seorang anggota keluarga yang tak mau disebutkan namanya.

Tim penelusur bahkan melintasi tiga kabupaten. Informasi terakhir yang diterima pada 10 Agustus pagi menyebut calon mempelai pria diduga berada di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. Hingga kini, keberadaannya masih misterius.

Bukan hanya pesta yang batal. Kerugian materiil dan nonmateriil menghantam keluarga. Kondisi fisik dan mental mempelai wanita anjlok. Sri Sukmawati bersama ibunya harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.

Di tengah adat dan budaya yang menjunjung tinggi kehormatan, meninggalkan pasangan di hari paling sakral bukan sekadar pelanggaran janji, melainkan luka yang menembus harga diri keluarga. Kejujuran dan keberanian menghadapi masalah seharusnya menjadi pondasi hubungan. Keluarga berharap peristiwa ini menjadi pelajaran pahit yang tak terulang, dan sang calon pengantin pria mendapat sanksi setimpal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *