Ketegangan di Asia Timur dan Urgensi Respon Diplomasi Indonesia Ditinjau dari Perspektif Komunikasi Politik dan Media Massa

Simpulindo.com, – Asia Timur merupakan kawasan paling dinamis dan bergejolak di dunia saat ini. Hampir semua negara di wilayah tersebut bersitegang satu sama lain, terutama akibat perlombaan senjata dan ketegangan politik di Semenanjung Korea. Konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan menjadi pusat perhatian internasional, mengingat risiko eskalasi menjadi perang terbuka yang dapat melibatkan kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan China.

Menurut laporan dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) tahun 2023, pengeluaran militer di Asia Timur meningkat signifikan, terutama di Korea Selatan dan Jepang, yang merasa terancam oleh pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Laporan ini mencatat bahwa anggaran militer Korea Selatan meningkat sebesar 5% dari tahun sebelumnya, mencapai $54 miliar, sementara Jepang meningkatkan anggaran pertahanannya sebesar 7%, mencapai $49 miliar .

Dampak Global dan Kepentingan Indonesia

Ketegangan di Semenanjung Korea memiliki dampak yang jauh melampaui batas geografisnya, termasuk bagi Indonesia. Data dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia mencatat sekitar 73 ribu warga negara Indonesia (WNI) tinggal dan bekerja di Korea Selatan, sebagian besar di industri manufaktur dan jasa. Situasi ini menempatkan Indonesia pada posisi yang sangat rentan, mengingat potensi pecahnya konflik bersenjata atau bahkan perang nuklir yang dapat membahayakan keselamatan WNI .

Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi warganya di luar negeri. Dalam konteks ini, diplomasi proaktif sangat diperlukan. Berdasarkan teori realpolitik dalam hubungan internasional, negara harus bertindak berdasarkan kepentingan nasional yang nyata dan tangible, termasuk perlindungan warganya dari ancaman eksternal. Diplomasi yang kuat, disertai dengan strategi komunikasi yang tepat, harus segera diterapkan untuk menjamin keamanan dan kesejahteraan WNI di Semenanjung Korea.

Komunikasi Politik dan Peran Media dalam Konflik Asia Timur

Teori komunikasi politik menunjukkan bahwa media massa memainkan peran penting dalam situasi krisis internasional. Menurut teori agenda-setting, media memiliki kemampuan untuk menentukan isu-isu yang dianggap penting oleh publik dan pemerintah. Dalam situasi ketegangan di Asia Timur, media massa Indonesia harus mampu memberikan liputan yang komprehensif dan objektif mengenai situasi di Semenanjung Korea.

Penelitian yang dilakukan oleh McCombs dan Shaw (1972) tentang agenda-setting menemukan bahwa media tidak hanya berfungsi sebagai saluran informasi, tetapi juga membingkai isu-isu dengan cara yang dapat mempengaruhi persepsi publik dan kebijakan pemerintah .

Oleh karena itu, liputan media yang tepat dapat membantu masyarakat Indonesia memahami kompleksitas situasi dan implikasinya bagi Indonesia. Media juga bisa menjadi alat bagi pemerintah untuk menyampaikan pesan-pesan diplomatik kepada dunia internasional, menjadikan media massa sebagai mitra strategis dalam menjalankan diplomasi publik.

Dalam konteks komunikasi politik, media massa memiliki kekuatan yang signifikan dalam mempengaruhi persepsi publik dan kebijakan pemerintah. Berdasarkan data dari Pew Research Center pada tahun 2023, lebih dari 70% masyarakat di negara-negara maju, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, mengaku bahwa mereka sangat dipengaruhi oleh liputan media terkait isu-isu internasional, termasuk ketegangan di Asia Timur.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa framing berita oleh media dapat menentukan apakah masyarakat mendukung tindakan diplomasi atau intervensi militer dalam situasi krisis internasional . Dalam hal ini, media di Indonesia harus memposisikan dirinya sebagai agen informasi yang memberikan wawasan mendalam tentang situasi di Semenanjung Korea, sekaligus mendorong kebijakan luar negeri yang mendukung stabilitas dan perdamaian.

Melalui teori spiral of silence yang dikemukakan oleh Elisabeth Noelle-Neumann, dapat dipahami bahwa opini publik sering kali dibentuk oleh suara mayoritas yang didukung oleh media. Ketika media massa di Indonesia memberikan sorotan lebih pada ancaman nyata yang dihadapi oleh WNI di Korea Selatan, ini akan mendorong opini publik untuk menuntut tindakan konkret dari pemerintah.

Data dari International Crisis Group (2023) menunjukkan bahwa meningkatnya ketegangan di Semenanjung Korea telah meningkatkan kekhawatiran global akan kemungkinan eskalasi militer, dan dengan framing yang tepat, media dapat membantu membangun konsensus publik yang mendukung diplomasi proaktif dan langkah-langkah preventif yang diambil oleh pemerintah Indonesia .

Komunikasi Politik dalam Pengambilan Kebijakan Luar Negeri

Komunikasi politik dalam konteks hubungan internasional mencakup penggunaan media massa untuk membentuk opini publik dan mempengaruhi kebijakan luar negeri. Menurut teori konstruktivisme dalam hubungan internasional, identitas dan norma-norma sosial yang dibentuk melalui interaksi media dan aktor politik dapat mempengaruhi cara negara bertindak dalam situasi internasional .

Dalam hal ini, Indonesia dapat menggunakan media internasional untuk membangun narasi yang mendukung stabilitas dan perdamaian di Asia Timur, serta menekan Korea Utara untuk menahan diri dari provokasi lebih lanjut.

Studi yang dilakukan oleh Entman (1993) tentang framing menunjukkan bahwa cara media membingkai sebuah isu dapat menentukan bagaimana publik dan pemerintah merespons isu tersebut . Dalam konteks Asia Timur, media di Indonesia harus mampu membingkai ketegangan di Semenanjung Korea sebagai isu yang tidak hanya mengancam stabilitas regional, tetapi juga keselamatan warga negara Indonesia. Hal ini penting untuk mendorong pemerintah agar mengambil tindakan yang diperlukan dalam forum-forum internasional.

Pendekatan Ilmiah dan Data Pendukung dalam Pengambilan Kebijakan

Pengambilan kebijakan yang efektif memerlukan pendekatan ilmiah yang didasarkan pada data dan analisis yang solid. Menurut laporan dari International Crisis Group (ICG), risiko eskalasi konflik di Semenanjung Korea tetap tinggi, terutama jika dialog antara Korea Utara dan negara-negara besar gagal dilanjutkan. Laporan ini juga menyarankan pentingnya keterlibatan negara-negara regional, termasuk ASEAN, dalam upaya menjaga stabilitas di Asia Timur .

Dalam konteks ini, Indonesia harus mengembangkan skenario-skenario kontinjensi berdasarkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi di Semenanjung Korea. Skenario ini harus mencakup rencana evakuasi WNI, kerjasama keamanan dengan negara-negara sahabat, dan strategi komunikasi untuk mengatasi disinformasi serta kepanikan publik. Data dari lembaga-lembaga internasional, seperti SIPRI dan ICG, dapat menjadi dasar yang kuat dalam penyusunan kebijakan ini.

Kesimpulan

Ketegangan di Asia Timur, khususnya di Semenanjung Korea, merupakan isu yang serius dengan implikasi luas bagi Indonesia. Mengingat jumlah WNI yang signifikan di Korea Selatan, pemerintah Indonesia harus segera mengambil langkah-langkah untuk melindungi kepentingan nasional dan keselamatan warganya. Diplomasi proaktif, strategi komunikasi yang efektif, dan pendekatan ilmiah dalam pengambilan kebijakan adalah kunci untuk menghadapi situasi ini.

Pemerintah Indonesia tidak boleh hanya menjadi penonton dalam krisis ini, tetapi harus berperan aktif dalam mencari solusi damai dan mencegah eskalasi konflik di Asia Timur, Jika ini dilakukan oleh pemerintah, maka Indonesia tidak hanya melindungi warganya, tetapi juga berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas regional dan global.

Penulis : Wardoyo Dingkol.S.I.Kom.,M.I.Kom

(Akademisi/Praktisi Media Massa)

Referensi:

  1. Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI). (2023). “Military Expenditure Database.”
  2. McCombs, M. E., & Shaw, D. L. (1972). “The Agenda-Setting Function of Mass Media.” Public Opinion Quarterly, 36(2), 176-187.
  3. Entman, R. M. (1993). “Framing: Toward Clarification of a Fractured Paradigm.” Journal of Communication, 43(4), 51-58.
  4. International Crisis Group (ICG). (2023). “Risk of Conflict in the Korean Peninsula: An Assessment.”
  5. Pew Research Center. (2023). “Public Trust in Government: 1958-2023.”
  1. Noelle-Neumann, E. (1974). “The Spiral of Silence: Public Opinion – Our Social Skin.” University of Chicago Press.
  2. International Crisis Group (ICG). (2023). “Rising Tensions in the Korean Peninsula and Its Global Implications.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *